A. Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah
semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang
terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005)[1].Portes
(1976)[2]
mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005)[3]
bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi,
sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah
yang diinginkan.Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat
melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan
jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan
berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui
pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering
dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut
masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme.
Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari
kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
B. Pengertian
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat[4].
Pendidikan biasanya berawal
saat seorangitu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup (long life education).
Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan
oleh banyak orang dengan memainkan musik klasik dan membaca kepada bayi dalam
kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang,
pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal Seperti
kata Mark Twain: "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu
pendidikan saya."
Anggota keluarga mempunyai
peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang
disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak
resmi.
C. Problematika
Pendidikan
Problematika adalah berasal
dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau
teka-teki.Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan.
Tentang pendidikan banyak
definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa,
pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas
dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang
memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang
menyebabkan mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah
suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan
daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di
simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka
menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman
kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek
ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan
problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau
permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya
Negara Indonesia.
D. Masalah-Masalah
Pokok Pendidikan di Indonesia
Pembangunan pendidikan yang
sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup
mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh
lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih
ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan
agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing di Negeri sendiri terutama
karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang
irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing
tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan
yang relatif ringan.Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang
sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh
terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang
dihadapi, antara lain sebagai berikut.
1.
Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity)
disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan
yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik
dengan ciri-ciri kemiskinan.
2.
Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan
ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris
padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan
mengembangkan iptek.
3.
Rendahnya efisiensi internal karena lamanya
masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
4.
Rendahnya efisiensi eksternal sistem
pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan
terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara
empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh
perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang
jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat
teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh
kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5.
Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan
moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial,
seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini
pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta
budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan
demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan
etika setelah terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan
kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya
jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas.
Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan
masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya
disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga
pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti
rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan
dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya
mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu
peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik
karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh
wilayah Indonesia.
Sistem pendidikan menjadi
bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai
supra sistem.Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika
tidak singkron dengan pembanguanan nasional.Kaitan yang erat antara bidang
pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem
tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi
sangat kompleks.Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan
selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri.
Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari
kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana
murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor
lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Berdasarkan kenyataan
tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks,
menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang
dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:
1.
Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati
kesempatan pendidikan.
2.
Bagaimana pendidikan
dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat
terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai
masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga
efisiensi pendidikan.
Seperti telah dikemukakan
diatas, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah
menjadi kesempatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya.
Masalah yang dimaksud adalah:
1. Masalah
Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional,
pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan
pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan
pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah
yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena
kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air
kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap
warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid
suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaarn pada sekolah itu dipenuhi.
Selanjutnya dalam kaitannya
dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang
berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di
sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang
telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan
pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya
pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan
memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah
memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang
tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen.
Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan
melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut
yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi dalam pembangunan, maka
setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah
mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal
atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki
fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan
pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif
dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan
dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan
atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu
di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama
pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas
pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak,
keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan,
ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai keseimbangan antara faktor
minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang
seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya
yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan
langka.
Perkembangan upaya
pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita ke pelita.
Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III
tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan:
”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”.
Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut:
“penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan
dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan
tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan
yang bersangkutan.
Perkembangan iptek
menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas
pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi
dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap
muka sampai pada lingkungan alam yang dapat mendung.
2. Masalah
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan
dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang
diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi.Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk
kerja.Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada
akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl
dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem
pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang
sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri
sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant
effect.Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu
tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi
persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan
pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang sering
dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang
bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses
belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang
bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil
ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut
adalah semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada
masalah pemprosesan pendidikan.Selanjutnya kelancara pemprosesan pendidikan
ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga
kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan
juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN
dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan
mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu
pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada
umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.
3.
Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah
efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan
dana dan sumber daya manusia.
Efesiensi artinya dengan
menggunakan tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang
sebesar-besarnya. Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan
dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak
diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta,
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran
depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan
bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari
banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan
pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.
Oleh karena itu, harus
berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Masalah efisiensi
pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber
daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.Jika penggunaannya hemat dan
tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang
penting adalah:
a.
Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b.
Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan
digunakan
c.
Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d.
Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi
pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.Masalah
pengangkatan terletak pada kesenjanagn antara stok tenaga yang tesedia dengan
jatah pengangkatan yang sangat terbatas.Pada masa 5 tahun terakgir ini jatah
pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan.
Sedangkan persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada kbutuhan di
lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak
segera difungsikan.Ini terjadi kemubadziran yang terselubung, karena biaya
investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian.Dan
tenaga kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk berwirausaha.
Masalah penempatan guru,
khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincanagn, tidak
disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru
dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru
bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah
pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah tertentu seorang
guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi diluar kewenangannya,
meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi
kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang
dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah
terpencil.
Masalah pengembanagan
tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat
menyongsong hadirnya kurikulum baru.Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya
penyesuaian dari para pelaksana lapangan.Dapat dikatakan umumnya penanganan
pengembanagn tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses
pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu.
Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum
dengan saat mulai dilaksanakan.dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan
efektif.
4.
Masalah Relevansi Pendidikan
Maslah relevensi adalah
masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan
nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam
jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor
penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional.Oleh sebab itu, perlu keterpaduan
di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional
tersebut.Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan
kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri
ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah
lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada
bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia
untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh
mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan
diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti
sektor produksi, sektor jasa.Baik dari segi jumlah maupun dari segi
kualitas.Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua
sektor pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan
dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang
dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem
pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain
sebagai berikut:
a.
Status lembaga pendidikan sendiri masih
bermacam-macam kualitasnya.
b.
Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan
luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c.
Peta kebutuhan tenaga kerja dengan
persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga
pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut
masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a.
Dapat menyediakan kesempatan pemerataan
belajar, artinya semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm
suatu satuan pendidikan.
b.
Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya:
perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan
yang telah dirumuskan.
c.
Dapat terlaksana secara efisien artinya:
pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam
rancangan.
d.
Produknya yang bermutu tersebut relevan,
artinya: hasil pendiidkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada dasarnya pembangunan
dibidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan
pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada dua faktor yang dapat dikemukakan
sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada
saat demikian, yaitu:
Pertama,
gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan
bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya. Kedua, kondisi satuan-satuan pendidikan
pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam
kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten,
kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian
pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut, terutama
pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu
disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar
kepada warga Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan
dasar untuk mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut
tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran
tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi
pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil
pendidikan belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat
pembangunan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
5. Solusi
Pemecahan Problematika Pendidikan di Indonesia
a. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara
konvesional dan cara inovatif.Cara konvesional antara lain:
1)
Membangun gedung sekolah seperti SD inpres
dan atau ruangan belajar.
2)
Menggunakan gedung sekolah untuk double shift
(sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya
untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat yang
kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.Cara Inovatif antara lain:
Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan
guru) atau inpact sistem, sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan
ke beberapa provinsi.
1)
SD kecil pada daerah terpencil
2)
Sistem guru kunjung
3)
SMP terbuka
4)
Kejar paket A dan b
5)
Belajar jarak jauh, seperti di universitas
terbuka.
b. Solusi
Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun
untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan,
namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada
perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen
tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil
pendidikan.
Upaya
pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai
berikut:
1)
Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan
mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
2)
Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan
melalui studi lanjut.
3)
Penyempurnaaan kurikulum
4)
Pengembanagan prasarana yang menciptakan
lingkungan yang tenteram untuk belajar
5)
Penyempurnaan sarana belajar seperti buku
paket, media pembelajaran
6)
Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya
yang mengenai anggaran
7)
Kegiatan pengendalian mutu.
6. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah
diutarakan diatas merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah
yang berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri.Masalah mikro tersebut
berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem
pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan masalah mikro
pendidikan. Masalah makro ini meliputi masalah perkembangan internasional,
masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta masalah
perkembangan regional. Masalah-masalah makro yang merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
a.
Perkembangan Iptek
Dan Seni
1)
Perkembangan Iptek
Terdapat
hubungan yang erat antara pendidikan dan iptek (ilmu pengetahuan dan
teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan
terorganisasi mengenai alam semesta , dan teknologi adalah penerapan yang
direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Sebagai contoh hubungan antara pendidikan dan iptek, misalnya sering suatu
teknologi baru yang digunakan suatu proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi
sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerj, dan mungkin juga penguraian
jumlahtenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem pelayanan
baru, sampai pada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal bisa
mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan
baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana sarana penunjangnya seperti
sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu juga membawa
masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya. Contoh di atas
memberikan gambaran pengaruh tidak langsung iptek terhadap sistem pendidikan.Di
samping pengaruh tidak langsung juga banyak pengaruh yang langsung dalam sistem
pendidikan dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi
tujuan yang bermacam-macam pula.Ada yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan
guru dan gedung sekolah seperti sistem Pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru
relatif cepat seperti dengan program diploma, perlindungan terhadap profesi
guru seperti program akta mengajar.Hampir setiap inovasi mengundang masalah.Pertama,
karena belum ada jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil.Kedua, pada
dasarnya orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru. Masalahnya ialah
bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang menerimanya. Setiap
inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek konsepsional (memuat ide, cita-cita,
dan prinsip-prinsip) dan aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
2)
Perkembangan Seni
Kesenian
merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang
menghasilkan sesuatu yamg indah.Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan
dorongan berkreasi (mencipta) yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan
dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Dilihat dari segi tujuan
pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai
andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya
emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan disamping domain kognitif
yang sudah digarap melalui program /bidang studi yang lain. Dilihat dari segi
lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah mengalami
perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat.
3)
Laju Pertumbuhan
Penduduk.
Masalah
kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu:
a)
Pertambahan Penduduk.
Dengan
bertambahnya jumlah penduduk maka penyediaan prasarana dan sarana pendidikan
beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus di tambah.Dan ini
berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah.
Pertumbuhan
penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka
kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi
penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah
lanjutan, angkatan kerja, dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan
bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi pergesaran permintaan akan
fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat
dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah dasar. Sebagai akibat
lanjutan, permintaan untuk lanjutan keperguruan tinggi juga meningkat, khusus
untuk penduduk usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan
non formal.
b)
Penyebaran Penduduk
Penyebaran
penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata.Ada daerah yang padat
penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu
daerah pedalaman khususnya di daerah terpencil yangberlokasi di pegunungan dan
di pulau-pulau.Sebaran penduduk seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan
dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contoh adalah dibangunya SD kecil
untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil pada pelita V, di
samping SD yang reguler. Belum lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan
penempatan guru.
c)
Aspirasi Masyarakat
Dalam
dua dasa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat,
khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi
terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap
pendidikan. Pendidikan dianggap memberi jaminan bagi peningkatan taraf hidup
dan pendakian ditangga sosial. Gejala yang timbul ialah membanjirnya
pelamar pada sekolah-sekolah.Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota , di
samping pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal.
Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa
pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah
murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah
membengkak, diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan
pengurangan jam belajar, kurang sarana belajar, kekurangan guru, dan
seterusnya. Keterbelakangan budaya adalah istilah yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat
lain pendukung suatu budaya .bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya
pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik.
d)
Keterbelakangan Budaya Dan Sarana Kehidupan.
Keterbelakangan
budaya adalah istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang
menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya.
Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu
yang bernilai dan baik.Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis,
apalagi mandeg, tidak mengalami perubahan.Sekurang-kurangnya bagian
unsur-unsurnya yang berubah jika tidak seluruhnya secara utuh.Perubahan
kebudayaan terjadi karena ada penemuan baru dari luar maupun dari dalam
lingkungan masyarakat sendiri.Kebudayaan baru itu baik bersifat material
seoerti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi,
telekomunikasi, dan yang bersifat non matreial seperti paham atau konsep baru
tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan
lain-lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena:
(1)
Letak geografis tempat tinggal suatu
masyarakat (misal terpencil)
(2)
Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur
budata baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendik
masyarakat.
(3)
Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis
menyangkut unsur kebudayaan tersebut.
Sehubungan
dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh:
(1)
Masyarakat daerah terpencil.
(2)
Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
(3)
Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang
menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang budayanya
tidak ikut berperan serta dalam pembangunanmsebab mereka kurang memiliki
dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan
ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan
bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka. Jika sistem pendidikan
dapat menggapai masyarakat terbelakang kebudayaanya berarti melibatkan mereka
untuk berperan serta dalam pembangunan.
No comments :
Post a Comment